Author: Yuli Indrayanti
•11/16/2009
Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak.

Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak.

Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?" Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak.

Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.

Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?

Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius.

Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.

Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

Sumber : http://www.akupercaya.com/forums/renungan-harian/17231-bubuk-kopi-wortel-atau-telur.html
Read More..
Author: Yuli Indrayanti
•11/14/2009
Sekelompok anak kecil sedang bermain di dekat dua jalur kereta api. Jalur yang pertama adalah jalur aktif (masih sering dilewati KA), sementara jalur kedua sudah tidak aktif. Hanya seorang anak yang bermain di jalur yang tidak aktif (tidak pernah lagi dilewati KA), sementara lainnya bermain di jalur KA yang masih aktif.

Tiba-tiba terlihat ada kereta api yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Kebetulan Anda berada di depan panel persimpangan yang mengatur arah KA tersebut. Apakah Anda akan memindahkan arah KA tersebut ke jalur yang sudah tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yang sedang bermain??? Namun hal ini berarti Anda mengorbankan seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yang tidak aktif. Atau Anda akan membiarkan kereta tersebut tetap berada di jalur yang seharusnya?

Mari berhenti sejenak dan berpikir keputusan apa yang sebaiknya kita ambil???
Sebagian besar orang akan memilih untuk memindahkan arah kereta dan hanya mengorbankan jiwa seorang anak. Anda mungkin memiliki pilihan yang sama.

Saya-pun mempunyai pilihan demikian karena dengan menyelamatkan sebagian besar anak dan hanya kehilangan seorang anak adalah sebuah keputusan yang rasional dan dapat disyahkan baik secara moral maupun emosional.

Namun sadarkah Anda bahwa anak yang memilih untuk bermain di jalur KA yang sudah tidak aktif, berada di pihak yang benar karena telah memilih untuk bermain di tempat yang aman? Disamping itu, dia harus dikorbankan justru karena kecerobohan teman-temannya yang bermain di tempat berbahaya.

Dilema semacam ini terjadi di sekitar kita setiap hari. Di kantor, di masyarakat, di dunia politik dan terutama dalam kehidupan demokrasi, pihak minoritas harus dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Tidak peduli betapa bodoh dan cerobohnya pihak mayoritas tersebut.

Nyawa seorang anak yang memilih untuk tidak bermain bersama teman-temannya di jalur KA yang berbahaya telah dikesampingkan. Dan bahkan mungkin kita tidak akan menyesalkan kejadian tersebut.

Seorang teman yang men-forward cerita ini berpendapat bahwa dia tidak akan mengubah arah laju kereta karena dia percaya anak-anak yang bermain di jalur KA yang masih aktif sangat sadar bahwa jalur tersebut masih aktif. Akibatnya mereka akan segera lari ketika mendengar suara kereta mendekat.

Jika arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka seorang anak yang sedang bermain di jalur tersebut pasti akan tewas karena dia tidak pernah berpikir bahwa kereta akan menuju jalur tersebut.

Disamping itu, alasan sebuah jalur KA dinonaktifkan kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Bila arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka kita telah membahayakan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta. Dan mungkin langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan sekumpulan anak dengan mengorbankan seorang anak, akan mengorbankan lagi ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.

Kita harus sadar bahwa HIDUP penuh dengan keputusan sulit yang harus dibuat. Dan mungkin kita tidak akan menyadari bahwa sebuah keputusan yang cepat tidak selalu menjadi keputusan yang benar.

Satu lagi yang perlu diingat....
dalam masyarakat kita sekarang ini:
sesuatu yang benar tidak selalu disukai, dan
sesuatu yang disukai tidak selalu benar.

Sumber : http://andriewongso.com
Read More..
Author: Yuli Indrayanti
•11/06/2009

OTAK sangat kompleks, tersusun dari sekitar 100 milyar neuron dan menjadi organ tubuh yang paling mengagumkan. Organ tubuh yang satu ini berfungsi mengontrol sistem saraf pusat, membuat Anda tetap bisa berjalan, berbicara, bernafas, dan berpikir. Untuk mempelajari kerumitan otak ini, para peneliti telah melakukan penelitian selama ribuan tahun. Apakah otak bisa dipahami sepenuhnya? Sejumlah studi yang dilakukan peneliti masih meninggalkan banyak misteri. Karena itu, orang seringkali menyederhanakan informasi mengenai cara kerja otak untuk mempermudah pemahaman. Hal ini memicu lahirnya beragam mitos seputar otak. Berikut beberapa mitos seputar otak yang paling umum beredar di masyarakat.

Otak berwarna abu-abu. Apakah Anda pernah berpikir mengenai warna otak? Mungkin tidak, kecuali Anda bekerja di bidang medis. Akan tetapi, mungkin Anda sering melihat gambar atau tayangan di TV yang sebagian besar menyajikan otak dalam warna putih, abu-abu atau bahkan sedikit kekuningan.

Pada faktanya, otak yang berada di dalam tengorak kepala tidak hanya berwarna abu-abu lembut. Otak juga memiliki bagian yang berwarna putih, hitam dan merah. Komponen yang hitam disebut nugra (bahasa latin yang artinya substansi hitam). Warna hitam ini berasal dari neuromelanin, pigmen yang sama dengan pigmen pemberi warna kulit dan rambut. Sedang bagian yang berwarna merah berasal dari pembuluh-pembuluh darah yang ada di otak. Jadi, mengapa otak yang diawetkan berwarna putih seperti kapur? Hal ini disebabkan oleh fixatives, seperti formaldehyde, yang berfungsi mengawetkan otak.

Mendengarkan Mozart membuat Anda lebih cerdas. Klaim yang menyatakan kalau mendengarkan musik klasik bisa meningkatkan daya otak ternyata hanya mitos semata. Mitos ini bermula dari klaim dokter Albert Tomatis tahun 1950-an yang menyatakan kalau musik Mozart bisa membantu penderita gangguan bicara dan pendengaran. Mitos ini semakin kuat ketika studi dari University of California di Irvine, California, (tahun 1990-an) menyatakan kalau mendengarkan sonata Mozart selama 10 menit sebelum tes bisa meningkatkan IQ pelajar hingga 8 skor. Kemudian musisi Dan Campbell memanfaatkan ide temuan ini untuk memasarkan buku dan CD.

Akan tetapi, Dr. Frances Rauscher yang terlibat dalam studi di Irvine tersebut menyatakan, mereka tidak pernah mengklaim bahwa musik Mozart bisa membuat seseorang menjadi lebih cerdas. Musik tersebut hanya bisa meningkatkan performa tertentu yang berkaitan dengan tugas spatial-temporal. Ilmuwan-ilmuwan lain juga tidak bisa mendapatkan hasil yang sama dan tidak ada informasi ilmiah yang membuktikan kalau mendengarkan Mozart, atau musik klasik lainnya, bisa membuat Anda lebih cerdas.

Rauscher bahkan menegaskan kalau uang yang Anda habiskan untuk membeli buku atau CD musik lebih baik digunakan untuk mengikuti program musik. Ada bukti yang menunjukkan kalau mempelajari instrumen bisa meningkatkan konsentrasi, rasa percaya diri dan koordinasi.

Setiap kali mempelajari sesuatu, maka otak akan mendapatkan satu kerutan baru. Saat mendengar kata 'otak' mungkin yang langsung Anda pikirkan adalah bentuk bundar dengan dua lobus yang ditutupi oleh kerutan. Dari mana asal kerutan? Otak akan tumbuh bertambah besar untuk mengakomodasi semua tugas-tugas yang membedakan manusia dari binatang. Tetapi, untuk menjaga agar otak tetap padat dan bisa ditampung di tulang tengkorak, otak akan melipat dirinya sendiri saat bertumbuh. Jika semua bubungan (gyri) dan celah (sulci) otak dibuka, maka otak seukuran dengan sarung bantal. Bubungan dan celah ini bahkan mempunyai nama, dan mempunyai variasi yang berbeda-beda pada setiap orang.

Apakah otak sudah berkerut dari awal? Janin di awal perkembangannya mempunyai otak yang sangat mulus. Seiring dengan perkembangan janin, neuron-neuron otak juga ikut tumbuh dan berpindah ke area yang berbeda di otak, membentuk bubungan dan celah. Ketika mencapai usia 40 minggu, otak otak bayi sudah sama berkerutnya dengan otak Anda. Jadi, Anda tidak menambah jumlah kerutan setiap kali mempelajari hal baru. Otak yang Anda miliki saat lahir akan tetap sama sepanjang hidup, tentunya jika otak tetap sehat.

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/10/08/1705/5/Di-Balik-Mitos-dan-Fakta-Otak
Read More..